Naskah ini ditulis di atas kertas bergaris. Naskah ini utuh atau lengkap meskipun kondisi kertas sudah menua. Naskah ini tidak memiliki sampul, kemungkinan sampul naskah telah hilang. Penjilidan naskah menggunakan benang. Naskah ditulis dengan tinta warna hitam dan tinta warna merah untuk penanda jeda pergantian pupuh, bait dan larik.
Lontar Ahmad Muhamad berkisah tentang perjalanan saudara kembar bernama Ahmad dan Muhamad, kisah yang diadaptasi dari sebuah roman Islam yang berasal dari Timur Tengah. Kisah Ahmad Muhamad sangat populer di sepanjang pesisir utara Jawa. Cerita ini mengisahkan pengembaraan dua orang kakak beradik bernama Ahmad dan Muhamad dari negeri Syam. Kedua saudara kembar putera dari seorang janda itu kelak menjadi raja dan menteri di Mesir karena telah memakan hati dan kepala seekor burung ajaib, burung mancawarna.
Lontar berlanggam tembang macapat ini di Banyuwangi lebih dikenal dengan nama Lontar Ahmad. Penyebutan ini seringkali membuat orang mengira naskah ini berisi kisah tentang Rasul Muhammad SAW.
Lontar Ahmad adalah salah satu manuskrip kuno yang digunakan dalam ritual pelantunan tembang cara Osing, mocoan. Mocoan Lontar Ahmad saat ini hanya berlangsung setahun sekali di Dusun Delik, Desa Jambesari Kecamatan Giri, Banyuwangi. Menurut para tetua mocoan di Kemiren, Lontar Ahmad biasanya dulu dipakai sebagai sarana belajar mocoan untuk pertama kalinya sebelum orang belajar mocoan Lontar Yusup.
Lontar Ahmad selain menjadi manuskrip yang dipakai dalam mocoan, naskah ini juga bertransformasi dalam bentuk seni pertunjukan tradisional bernama Ahmad Muhamad atau Ahmad Kehamad. Seni pertunjukan ini memiliki bentuk pertunjukan yang mirip dengan kesenian Janger dan Rengganis (Praburoro) di Banyuwangi.