Page 123 - Pendar Takrim MTsN 8 Banyuwangi
P. 123
laki-laki yang jadi tidak bisa melakukan sesuatu tersebut,
karena tidak dibiasakan. Dan kalaupun ada laki-laki yang
bisa, lalu melakukan sesuatu itu. Akan selalu ada
beberapa pihak yang mengaggapnya aneh."
"Mirisnya lagi, 'sesuatu' yang dimaksud itu, semakin
menambah beban bagi perempuan. Karena, itu semua
sudah berada diluar kodrat perempuan. Yang
sebagaimana kita tahu, kodratnya perempuan itu, hanya
saat hamil, melahirkan, dan menyusui." Ibu ikut
menimpali.
"Setuju. Kalau sudah begitu, apa tidak bisa kita
simpulkan bahwa dalam patriarki itu, memberi keuntungan
untuk laki-laki? Keuntungan apa? menjadi malas? atau
ketergantungan? Kalau sampai abang seperti itu, siap-
siap aja, habis sama ayah."
"Loh? Ayah?" Serentak ketiga orang yang sedari
tadi di dalam dapur terkejut akan kedatangan ayah. "Ayah
dari tadi kemana aja sih?" tanya ibu. "Baru dari belakang,
ngasih makan ikan. Ayah kira pada kemana. Eh, ternyata
lagi pada rapat di dapur, nggak ngajak ayah lagi." Mereka
kompak tertawa mendengar celetukan ayah.
"Tenang yah, soal yang tadi, InsyaAllah abang
nggak gitu kok."
Perbincangan di dapur tadi berakhir saat ibu
menyadari, sudah hampir jam setengah enam. Dengan
terburu-buru, mereka segera bersiap untuk sekolah, dan
ayah untuk bekerja. Sadewa yang pertama keluar rumah,
karena jarak rumah ke Aliyahnya lumayan jauh.
Nala memasang muka masam sekarang. Dia ini anaknya
memang ceroboh sekali. Sering lupa akan barang-
barangnya. Seperti bekalnya pagi ini. Padahal sudah dia
siapkan sendiri. Dan ternyata belum Ia masukkan ke
dalam tasnya. Baru teringat saat di motor. Inilah, jadinya
sekarang, dengan dibonceng ayahnya. Dia baru saja putar
115