Page 38 - Minak Jinggo
P. 38

versi.  Naskah  Damarwulan  yang  tertua  menurut  Brandes  adalah  naskah
            yang disalin oleh Roorda van Eysinga dalam ”Handboek voor Landen
            Volkenkunde”  yang  diketahui  berangka  tahun  1748  masehi  (sebagai
            tahun  penyalinannnya).  Tahun  tersebut  merupakan  masa  pemerintahan
            Pakubuwana II (1725-1749). Pada periode selanjutnya  naskah-naskah
            tentang cerita Damarwulan banyak ditulis ulang dan diperbanyak dari tahun
            ke  tahun.  Dilihat  dari  kumpulan  naskah  yang  penulis  teliti,  ditemukan
            bahwa naskah Damarwulan banyak ditulis ulang pada sekitar tahun 1800-
            an.  Tidak  diketahui  secara  pasti  latar  belakang  penciptaan  naskah
            Damarwulan pada masa Pakubuwana II. Sumber yang penulis temukan
            hanya menyebutkan bahwa Pakubuwana II merupakan satu dari dua
            Raja Surakarta yang dianggap sebagai pujangga besar (Nurullita, 2019).
                  Cerita  tentang  Damarwulan  lambat  laun  menjadi  populer  dan
            tersebar keseluruh penjuru negeri. Kepopuleran cerita ini disebabkan oleh isi
            cerita  dalam  Serat  Damarwulan  yang  “mengena”  dihati  masyarakat.
            Cerita  ini  sampai  ke  Banyuwangi  dibawa  oleh  Bupati  Banyuwangi  yang
            bernama Arya Suganda. Arya Suganda adalah anak dari Mangkunegara IV
            (Arifin, 1995).

                  Dari seluruh kisah Damarwulan yang diciptakan, yang paling populer
            adalah bab tentang kemenangan Damarwulan dalam melawan pemberontak
            Minakjinggo  di  Blambangan.  Minakjinggo  adalah  raja  kerajaan
            Blambangan  yang  sakti  mandraguna.  Karena  kesaktian  yang  dimiliki,
            Minakjinggo mampu menguasai kerajaan- kerajaan di tanah Jawa. Namun
            sayang, Minakjinggo mempunyai wajah yang rusak, tangan cekot dan kaki
            pincang  sebagai  akibat  dari  perkelahiannya  melawan  Macuwet  pada  saat
            Minakjinggo  merebut  kerajaan  Blambangan  dari  tangan  Macuwet  yang
            sebenarnya adalah ayah kandungnya sendiri (Aksoro, 2003).           Buku ini tidak diperjualbelikan.

                  Kepopuleran cerita Damarwulan menjadikan cerita ini banyak
            ditulis  ulang.  Penulisan  ulang  ini  banyak  dilakukan  setelah  Perang






            24                                             Kesenian Damarwulan
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43