Page 68 - Jejak Rasa
P. 68

BELENGGU HITAM
                                 Oleh: Safera Ferliyanti*
            “Lihat pulangnya selalu larut malam,” sindiran yang terdengar jelas di telingaku.
            Desas desus tetangga sudah menjadi makanan pokok di keseharianku. Rasanya aku
          tak berhak untuk membantah gumam mereka. Walaupun rasanya hati ini sudah tidak
          sanggup lagi menahan perih yang membelenggu tak ada habisnya. Tapi apa boleh buat,
          inilah takdirku, ini lah hidupku, aku harus kuat menjalani ini. Jika hanya mendengarkan
          mulut-mulut mereka, anakku pasti hanya memakan amarahku dan aku pasti sudah gila
          bahkan mati dalam suara ejekan yang terus mengikuti di setiap aliran darah, di setiap
          hembusan napasku bahkan mampu mematikan jantungku.
            “Haduh...cantik-cantik kok udah punya anak ya jeng...”
            “Haha iya, kasian tu anaknya jadi ga tau bapaknya siapa”
            Sambutan pagi ini yang memanaskan telinga. Anehnya, tetesan air mata pun sudah tak
          mau keluar lagi, raga ini rasanya sudah kekar, gemetar saja jarang. Namun, hati ini masih
          sedikit terasa teriris-iris mendengar ucap mereka.
            Aku memang dipanggil janda kembang desa, dulu aku anak pak lurah. Namun, sekarang
          beliau sudah tak menganggapku sebagai anak. Ini bukan salahku, ini salah pria bajingan itu
          yang sudah menghamiliku. Al hasil aku dinikahkan muda. Satelahnya,  orang tuaku malah
          mengusirku dari rumah. Katanya aku adalah biang aib dalam rumah.
            “Nduk, gini kamu tau sendiri bapakmu ini seorang lurah, bapakmu ini malu menden-
          garkan bisikan orang-orang “ katanya dengan nada kalem namun berwibawa dan tegas
            “la pripun to pak ?“ jawabku
            “Kamu harus pergi meninggalkan rumah ini dan merantaulah bersama suamimu”
            “Lo kok gitu to pak”
            “Yo kamu itu harus belajar mandiri bersama suamimu,” mulai usir secara halus
            “Enggeh pak”
            Aku langsung mengiyakan kata-kata bapakku. Waktu itu aku rasa, aku masih polos dan
          belum mengerti apa-apa.
             Besoknya, aku berangkat tanpa tujuan. Aku diantar ke terminal terdekat dan diberi
          pesangon. Lalu, ditinggal begitu saja oleh bapakku. Lama sekali aku menunggu bus datang.
          Di sebalik kabut terlihat sebuah bus yang menuju ke terminal, tanpa berpikir panjang aku
          langsung masuk ke dalam kotak aluminium yang berjalan itu. Tanpa kusadari suamiku telah
          menghilang. Dia meninggalkanku dengan sengaja, “dasar laki-laki bajingan” ucapku dalam
          hati. Tak lama perasaan gelisah menghampiriku. Aku menangis
            “Buk lihat laki-laki baju hijau celana jeans, kulit sawo matang, tinggi, kira-kira umurnya
          27an” tanyaku kebinggungan kepada ibu-ibu yang duduk di depanku sambil tersedu-sedu
            “Tidak lo dek, kenapa adek kok menangis ? Adek mau  ke mana?” jawab ibu tadi
            “Saya ngak tau buk, saya ikut berhentinya bis saja”
            “Lo ini tujuannya ke Banyuwangi lo, adek tau kan?
            “Banyuwangi buk!”
            “Iya, adek sedang hamil tua ya!”
            Mengangguk tanpa kata. Ibu tadi pun sudah tidak menghiraukan aku lagi.
                 Suhu ruangan yang selalu berubah-ubah membuatku cepat lelah dengan keadaan
          ini. Aku tertidur pulas sampai...
            “Mbak sudah sampe tujuan”
            “oh iya, terima kasih ini ongkosnya bang”
            Berat kaki ini menghadapi derusan angin yang menggebu seakan menahan raga ini un-
          tuk keluar dan menikmati hidup dengan suasana baru. Jantungku berdetak kencang, sampai
          rasanya mau copot. Tapi lain dengan hati, hati ini mencoba meyakinkan kalau hidup di sini
          bakal bahagia. Ambil napas panjang serta kulangkahkan kaki ini dengan penuh keyakinan.
            “Di sini asik, suasana pedesaannya masih sangat kental mungkin aku bisa bertahan
          hidup dengan suasana seperti ini” bisikku lirih
                                       67
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73