Page 48 - Jejak Rasa
P. 48

RINDU BANYUWANGI
                                Oleh: Intan Nur Hasanah*
            Malam yang indah bagi aza sesaat sekarang ini. Karna saat ini ia sedang menikmati
          malam bersama sang ayah dan sang ibu.Tepat di teras rumah. Mereka saling memandang
          bintang yang sangat terang di langit yang hitam pekat itu.Tapi akhirnya langit tersebut
          terang dengan kerlipan cahaya sang bintang.
            “Bu, sampai saat ini, Aza gak pernah tahu tentang tempat kelahiran Aza…..!”. Desa
          haza membuka percakapan.
            “Tanyalah saja ke ayah mu…..ayah yang lebih tahu”.Jawab ibu
            “Yah ……emangnya tempat kelahiran aza seindah apa sih yah?”.Tanya aza penuh harap.
            “Besok saja ….ayah ceritakan, sekarang lebih baik aza masuk kamar dan tidur, sudah
          malam!”. Jawab ayah, sepertinya tidak mau menceritakan tentang tempat kelahiran putrinya
          itu. Keesokan harinya aza lagi-lagi bertanya lagi tentang kota kelahirannya.
            “Yah….ayo dong  ceritakan……aza kan, pengen tahu..?.”
            “Lihatlah saja di lukisan yang ada di ruang tamu, itulah keadaan kota kelahiran mu.”
          Mendengar perkataan ayah, aza langsung berlari menuju ruang tamu. Dan disana aza
          melihat sebuah lukisan bertuliskan “KOTA BANYUWANGI” dibagian bawah tersebut indah
          sekali. Aza membalikkan tubuh mungilnya, dan ternyata terdapat ibu tengah berdiri di
          belakang aza. 10 menit yang lalu.
            “Bu kenapa kita tidak tinggal di sana…..?”
            “Andai saja kita tinggal di sana …..hm…..mungkin akan terasa sangat nyaman dan
          indah” .Lanjut aza. Tak terasa mata ibu meneteskan tetesan air berwarna putih. Ibu tak
          kuasa menahannya. Ibu tahu akan kerinduanputrinya itu.
                                        ***
            Berapa hari berlalu, aza masih saja terus menanyakan tentang kota kelahirannya itu.
          Akan tetapi jawaban ayah masih sama dengan jawaban yang  dari awal. ”Besok kamu akan
          tahu sendiri “.Katanya.
            Ke esokan harinya………
            Aza jatuh sakit, dia sakit komplikasi ginjal dan hati. Dan pada saat itu, aza terus saja
          menyebut kota kelahirannya itu. ”Banyuwangi”. Memang aza tidak tahu asli seperti apa dan
          di mana kota itu berada. Tapi, yang jelas dia sangat percaya bahwa kota tersebut sangatlah
          indah dan dia yakin kalau di sana kedua orang tuanya menyimpan sejuta kenangan.
            “Banyuwangi…….”
            “Banyuwangi……..kota kelahiranku……”
            “Aku ingin berada di lingkupanmu…….”. Ujarnya mengigau. Ibu dan ayahnya tak kuasa
          melihat putrinya tersebut menderita hanya karna kerinduannya terhadap kota kelahirannya
          itu. Tapi….bagaiman alagi…..? Ayahnya juga tak mau menceritakan tentang kota Banyu-
          wangi pada putrinya itu. Karna ayah tak mau mengulang dan mengingat lagi kejadian 4
          tahun silam itu. Disaat aza masih baru dilahirkan ayahnya di tuduh mencuri di rumah para
          tetangganya. Memang, saat itu ayah aza tidak bekerja alias pengangguran. Akan tetapi sang
          ibu masih punya pekerjaan sampingan, yaitu mencuci baju di rimah tetangganya.
            Satu minggu berlalu…..
            Aza masih saja terbaring di dalam ruang UGD. Ibunya sudah tidak kuat lagi. Ibunya lalu
          memaksa sang ayah untuk menceritakan semua tentang kota kelahiran putrinya tersebut
          pada aza. Tak sempat ayah bercerita pada aza, tiba-tiba sebuah suara tak asing membuat
          ayah dan ibu menjadi panik. ”Tiiitiiiiitttiiiitt”.
            Ayah dan ibu menunggu di depan UGD. Tak lama kemudian sang dokter keluar dari
          ruangan tersebut. ”Maaf pak….buk……kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi
          tuhan sudah berkehendak  lain”. Ujar sang dokter dengan wajah bersalahnya.
            Ternyata aza sudah tiada……………….
            Di tengah kerinduannya pada kota banyuwangi, kota kelahirannya. Mungkin aza akan
          bisa melihat secara langsung saat ini kota kelahirannya itu. Dan sementara itu sang ayah
                                       47
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53